Mengenang Destroyer Indonesia |
Oleh : Ahmad Zulfikar Annahru
Kalau kita menoleh ke belakang, kita pernah punya kapal perang yang cukup besar, yang nggak bakal bisa di miliki lagi. Apalagi dengan kemampuan anggaran Alutsista yang makin parah. Dulu kita punya kapal jenis Destroyer dengan ukuran 16.640 ton. Bandingkan dengan Korvet terbaru kita yang hanya 1.700 ton seharga 2 triliun. Kapal jenis Destroyer milik Indonesia itu, kita hanya tinggal kenangan. Kapal itu di beli untuk merebut Irian Barat, agaknya alasan itulah yang kemudian membuat kapal besar TNI AL tersebut di beri nama kapal KRI Irian.
KRI Irian sebelumnya adalah kapal Ordzhonikidze (object 055) dari armada baltik, yang di beli oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1962. Saat itu kapal KRI Irian adalah kapal terbesar di belahan bumi selatan. Kapal ini di gunakan secara aktif untuk persiapan merebut Irian Barat. Panjang kapal itu mencapai 210 meter, Lebar 22 meter, Draught 6,9 meter, Bobot 16.640 ton.
Bandingkan dengan kapal TNI AL sekarang, hanya fregat kelas tribal "hanya" berbobot 3.250 ton. Kecepatan kapal KRI Irian mencapai 32.5 knot. Perhatikan pula ketebalan bajanya, untuk ukuran Belt: 100 mm, Tower: 150 mm, Dek: 50 mm, Turret: 75 mm. Di jamannya dulu, kapal KRI Irian ini tergolong hebat dalam hal persenjataan: Yakni dengan 10 Tabung Torpedo anti Kapal Kaliber 533 mm, 12 buah Kanon tipe 57 cal B-38 Kaliber 15.2 cm (6 depan, 6 belakang), 12 buah kanon ganda tipe 56 cal 1934 6 (twin) SM-5-1 mounts Kaliber 10 cm,32 buah kanon multi fungsi Kaliber 3.7 cm, 4 buah triple gun Mk5-bis turrets Kaliber 20 mm (untuk keperluan Anti serangan udara) kalau ingin mengetahui sejarahnya kenapa kapal ini dimiliki Indonesia. Memang teramat panjang. Tapi singkatnya, pada 11 Januari 1961 Pemerintah soviet mulai mengeluarkan instruksi kepada Central Design Bureau '17 untuk memodifikasi Ordzhonikidze supaya ideal beroperasi di daerah teropis.
Modernisasi Skala besar dilakukan untuk membuat kapal ini bisa bisa beroperasi pada suhu +40'C, kelembapan 95%, dan temperatur air +30'C. Tetapi perwakilan dari Angkatan Laut Indonesia yang kemudian menggunjungi kota Baltik menyatakan bahwa mereka tidak sanggup untuk menanggung biaya proyek besar itu. Akhirnya modernisasi diahlikan untuk instalasi genset diesel yang lebih kuat guna menggerakkan ventilator tambahan. Pada 14 Februari 1941 kapal ini tiba di Sevastopol dan pada 5 April 1962, kapal ini mulai uji coba lautnya. Pada saat itu Kru Indonesia untuk kapal ini sudah terbentuk dan ada diatas kapal. Mekanik kapal ini Bapak Yathizan, kemudian hari menjadi Kepala Departemen Teknik ALRI. Begitu juga banyak dari pelaut yang lain, di kemudian hari banyak yang mampu menduduki posisi penting.
Operasional
Kapal ini datang ke Surabaya pada tanggal 5 Agustus 1962 dan dinyatakan keluar dari kedinasan AL soviet pada 24 Januari 1963. Dalam sejarah Militer Soviet, tidak pernah Uni Soviet menjual kapal dengan bobot seberat ini kepada negara lain kecuali kepada Indonesia. ALRI yang belum pernah mempunyai armada sendiri sebelumnya, belajar untuk mengoperasi kapal-kapal canggih dan mahal ini dengan cara trial and error/coba-coba.
Pada November 1962 tercatat sebuah mesin diesel kapal selam rusak karena benturan hirolis saat naik ke permukaan, sebuah destroyer rusak dan 3 dari 6 boiler KRI Irian rusak. Suhu yang panas dan kelembapan tinggi berefek negatif terhadap armada ALRI, akibatnya banyak peralatan yang tidak bisa di operasikan secara optimal. Di lain pihak kehadiran kapal ini memberikan efek psikologis bagi kapal 2x perang AL Belanda terutama kapal iduk Belanda kareel doorman dan membuat AL Belanda secara drastis mengurangi kehadiranya di perairan Irian Barat. Apalagi pada saat itu TNI AU juga mengoperasikan Bomber Tu-16 Badger yang bisa memotong 2 rudal anti kpal perang AS-1 kennel (rudal ini besarnya sama dengan pesawat pemburu mig 15).
Pada 1964 kapal penjelajah ini sudah benar-benar kehilangan efisiensi operasionalnya dan diputuskan untuk mengirim KRI Irian ke Galangan kapal Vladivostok untuk perbaikan. Pada Maret 1964 KRI Irian sampai di Pabrik Dalzavod. Para pelaut dan teknisi soviet terkejud melihat kondisi kapal dan banyaknya perbaikan kecil yang seharusnyaa sudah di lakukan oleh awak kapal ternyata tidak dilakukan. Mereka juga tertarik pada modifikasi yang dilakukan ALRI yaitu: merubah ruang pakaian menjadi ruang ibadah (sesuatu yang tidak mungkin terjadi di negara komunis). Setelah perbaikan selesai pada tahun 1964, kapal menuju surabaya dan dikawal dengan Destroyer AL Soviet.
Setelah kemudian (1965) terjadi pergantian Pemerintahan. Kekuasaan Pemerintah praktis berada di tangan Soeharto. Perhatian Soeharto terhadap ALRI sangat berbeda dibandingakan Soekarno. Kapal ini di biarkan terbengkelai di Surabaya, bahkan biasanya digunakan sebagai penjara bagi lawan politik Soeharto pada 1970 kapal yang terbengkelai ini mulai terisi air. Tidak ada orang yang peduli terhadap kapal penjelajah ini. Tercatat kapal KRI Irian di besi tuakan di Taiwan pada tahun 1972 dengan alasan kurang komponen suku cadang kronis.(*)
bangga dulunya Indonesia memiliki kapal seperti ini. . .
BalasHapussedih banget kapal ini mesti di besi tua kan.. pdhl kemungkinan jika dirawat,kapal ini akan bertahan hingga saat ini.. bahkan bisa di museum kan sbg arsip negara kita..
BalasHapus